Mereka membuatku tersenyum, tertawa, menangis dan merasakan gairah kehidupan...
Membaca buku adalah sesuatu yang biasa, memahami isi buku tidak semudah seperti membaca buku. Membuat buku, jelas tidak semua orang mampu melakukannya. Membeli buku, nah... ini baru persoalan lain. Jadi, untuk memiliki sebuah buku harus mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan "buku". Ada minat membaca, ingin mengetahui isi buku, memiliki dana untuk membeli buku, dan sebagainya.
Kegemaran membaca buku(bukan buku pelajaran lho) sudah aku rasakan sejak aku usia remaja, tepatnya saat masih SMP. Harap maklum, pada waktu itu buku yang paling digemari adalah buku2 cerita silat yang tidak lain adalah buku karangan Kho Ping Hoo dan SH Mintardja yang terkenal dengan bukunya Api di bukit menoreh.
Buku Kho Ping Hoo yang sempat saya gemari waktu itu adalah buku Bu Kek Siansu, Istana Pulau Es, Sepasang Pedang Iblis, dll. Buku pengarang lain yang sempat saya baca antara lain Api di Bukit Menoreh, Sabuk Inten - Nogo Sosro. Buku-buku tersebut bukan beli lho, tapi sewa di tempat persewaan buku dengan cara setiap jilid harus menunggu cukup lama untuk mendapatkannya. Setelah menginjak SMA, semua kegemaran itu kuhentikan. Maklum, harus belajar serius nih! Mau melanjutkan ke perguruan tinggi.
Nah, setelah lulus dari perguruan tinggi, menyandang gelar sarjana kedokteran, sibuk dengan urusan pelayanan, mengisi waktu dengan berbagai macam hobi seperti berternak ayam, berternak lele, memelihara ikan Lo Han, gila memancing dari sungai sampai samudra luas, akhirnya bosan juga.
Menginjak usia setengah abad, mulailah mencari kesibukan baru. Tidak lain dan tidak bukan, kembali lagi gila membaca, berselancar di segala toko buku, menguras kantong untuk membeli segala macam buku, mengorbankan waktu tidur untuk membaca buku, dan akhirnya kebingungan menyusun dan meletakkan buku di rumah. Jadilah sekarang ratusan buku baru bertumpuk-tumpuk di lantai 2, diselip-selipkan di tempat almari kayu jati, dan punya rencana untuk membuat perpustakaan mini.
Jangan bayangkan berapa banyak uang yang telah kuhabiskan untuk hobi yang satu ini. Namun demikian, aku tidak menyesal memilikinya. Siapa tahu, suatu ketika akan berguna untuk generasi penerusku. Asyik bukan! Apakah ini sudah memuaskan buat aku? Ternyata belum. Keinginan untuk membeli dan memiliki buku-buku baru masih menggelora bagaikan api yang tiada pernah padam.
Pada awal aku mulai membeli buku, salah satu yang sangat terekam dalam ingatan adalah membeli buku fiksi sejarah produksi dalam negeri yaitu serial Gajah Mada yang pengarangnya adalah Elkaha/LKH (Langit Kresna Hariadi). Kemudian kegandrungan pada buku LKH masih berlanjut sampai kubeli buku Perang Paregrek. Disinilah aku sempat kecewa, karena buku jilid 1 dan 2 sudah kumiliki namun jilid-jilid berikutnya sudah setengah tahun ini aku tunggu-tunggu tidak pernah nongol di toko buku. Ada apa LKH? Aku sangat mengagumi karya2mu.
Membaca sebuah buku sebenarnya merupakan "Seni". Disini kita diharapkan untuk bisa memahami tokoh-tokoh yang ada di dalam buku, selanjutnya masuk ke rangkaian cerita atau kisah yang terdapat di dalam buku, sehingga kita bisa larut di dalam alur cerita yang memungkinkan seolah-olah kitalah tokoh tersebut. Untuk dapat mencapai tahap seperti itu, diperlukan kemampuan imajinasi yang tentunya setiap orang berbeda dalam menggambarkan profil sang tokoh, tempat-tempat cerita tersebut berasal, maupun suasana yang digambarkan oleh sang pengarang.
Kegemaran membaca buku(bukan buku pelajaran lho) sudah aku rasakan sejak aku usia remaja, tepatnya saat masih SMP. Harap maklum, pada waktu itu buku yang paling digemari adalah buku2 cerita silat yang tidak lain adalah buku karangan Kho Ping Hoo dan SH Mintardja yang terkenal dengan bukunya Api di bukit menoreh.
Buku Kho Ping Hoo yang sempat saya gemari waktu itu adalah buku Bu Kek Siansu, Istana Pulau Es, Sepasang Pedang Iblis, dll. Buku pengarang lain yang sempat saya baca antara lain Api di Bukit Menoreh, Sabuk Inten - Nogo Sosro. Buku-buku tersebut bukan beli lho, tapi sewa di tempat persewaan buku dengan cara setiap jilid harus menunggu cukup lama untuk mendapatkannya. Setelah menginjak SMA, semua kegemaran itu kuhentikan. Maklum, harus belajar serius nih! Mau melanjutkan ke perguruan tinggi.
Nah, setelah lulus dari perguruan tinggi, menyandang gelar sarjana kedokteran, sibuk dengan urusan pelayanan, mengisi waktu dengan berbagai macam hobi seperti berternak ayam, berternak lele, memelihara ikan Lo Han, gila memancing dari sungai sampai samudra luas, akhirnya bosan juga.
Menginjak usia setengah abad, mulailah mencari kesibukan baru. Tidak lain dan tidak bukan, kembali lagi gila membaca, berselancar di segala toko buku, menguras kantong untuk membeli segala macam buku, mengorbankan waktu tidur untuk membaca buku, dan akhirnya kebingungan menyusun dan meletakkan buku di rumah. Jadilah sekarang ratusan buku baru bertumpuk-tumpuk di lantai 2, diselip-selipkan di tempat almari kayu jati, dan punya rencana untuk membuat perpustakaan mini.
Jangan bayangkan berapa banyak uang yang telah kuhabiskan untuk hobi yang satu ini. Namun demikian, aku tidak menyesal memilikinya. Siapa tahu, suatu ketika akan berguna untuk generasi penerusku. Asyik bukan! Apakah ini sudah memuaskan buat aku? Ternyata belum. Keinginan untuk membeli dan memiliki buku-buku baru masih menggelora bagaikan api yang tiada pernah padam.
Pada awal aku mulai membeli buku, salah satu yang sangat terekam dalam ingatan adalah membeli buku fiksi sejarah produksi dalam negeri yaitu serial Gajah Mada yang pengarangnya adalah Elkaha/LKH (Langit Kresna Hariadi). Kemudian kegandrungan pada buku LKH masih berlanjut sampai kubeli buku Perang Paregrek. Disinilah aku sempat kecewa, karena buku jilid 1 dan 2 sudah kumiliki namun jilid-jilid berikutnya sudah setengah tahun ini aku tunggu-tunggu tidak pernah nongol di toko buku. Ada apa LKH? Aku sangat mengagumi karya2mu.
Membaca sebuah buku sebenarnya merupakan "Seni". Disini kita diharapkan untuk bisa memahami tokoh-tokoh yang ada di dalam buku, selanjutnya masuk ke rangkaian cerita atau kisah yang terdapat di dalam buku, sehingga kita bisa larut di dalam alur cerita yang memungkinkan seolah-olah kitalah tokoh tersebut. Untuk dapat mencapai tahap seperti itu, diperlukan kemampuan imajinasi yang tentunya setiap orang berbeda dalam menggambarkan profil sang tokoh, tempat-tempat cerita tersebut berasal, maupun suasana yang digambarkan oleh sang pengarang.